Hipoksia yaitu kondisi simtoma kekurangan oksigen pada jaringan tubuh. Pada kasus
yang fatal dapat berakibat koma, bahkan sampai dengan kematian. Namun, bila sudah beberapa waktu, tubuh
akan segera dan berangsur-angsur kondisi tubuh normal kembali. Hipoksia musiman (oksigen terlarut, DO< 2 mgl-1) terjadi secara alami di muara dan disebabkan oleh
stratifikasi vertikal karena pembentukan halokline dan thermokline dan
dengan peningkatan suhu musiman yang mendorong permintaan oksigen yang
tinggi (Thomas et al. 2007).
Selama kondisi hipoksia, menyebabkan kenaikan konsentrasi laktat dalam plasma. Rata-rata konsentrasi laktat plasma pada kondisi normal adalah 1,1 mM, namun pada kondisi hipoksia, konsentrasi laktat plasma meningkat menjadi 5,8 mM. Konsentrasi glukosa, aktivitas spesifik dan fluk grukosa juga dipengaruhi oleh kondisi hipoksia (Gambar 1.). Pada kondisi normal, konsentrasi glukosa plasma dan rata-rata glukosa tersimpan adalah berturut-turut 5,5 mM dan 5,4 mM µmol.kg-1. Konsentrasi tersebut meningkat setelah ikan terpapar hipoksia selama 30-60 menit (Haman et al. 1997).
Dibawah kondisi hipoksia, ikan berusaha mempertahankan metabolisme normal dengan cara meningkatkan ekstraksi oksigen melalui mekanisme neural dan hormonal. Glikolisis anaerobik dirangsang, ini diidikasikan dengan adanya akumulasi laktat dalam plasma. Hipoksia menyebabkan oksidasi bahan bakar seperti protein dan lemak menjadi karbohidrat (M'Boy 2011). Pada saat tertentu, produksi glukosa hati distimulasi oleh stress hipoksia, tetapi kenaikan ini tidak diimbangi dengan perubahan glukosa (M'Boy 2011), sehingga tidak terjadi keseimbangan antara produksi dan perubahan glukosa, dan berakibat tejadinya hiperglikemia. Beberapa kasus hipoksia dikenal juga menghasilkan pelepasan khatekolamin dan hormon stress lainnya yang kemungkinan menyebabkan respon hiperglikemik yang menstimulasi glykogenolisis dan atau glukoneogenesis (Haman et al. 1997).
Gambar 1. Konsentrasi laktat dan glukosa plasma pada ikan yang terpapar hipoksia |
Penelitian lingkungan
hipoksia terhadap ikan nila (tilapia), menunjukkan sebuah
hubungan antara rata-rata konsumsi oksigen dengan tekanan parsial oksigen dalam
air. Oksigen merupakan faktor penting dalam pembentukan energi (ATP). Pada
tilapia, paparan hipoksia ditandai dengan penurunan sejumlah besar konsumsi
oksigen. Pada sebagian besar vertebrata, hati sangat sensitif terhadap
kekurangan oksigen karena perubahan suplai dan kebutuhan oksigen (M'Boy 2011). Pemeliharaan
kestabilan energi (ATP) pada tilapia selama terpapar hipoksia dan pengukuran
toleransi hipoksia, adalah dengan kombinasi kenaikan oksigen dan produksi ATP
secara tidak langsung melalui glikolisis anaerobik dan reduksi CPO (cardiac
power output). Toleransi ikan terhadap hipoksia seperti pada tilapia, untuk
memodulasi CPO selama periode oksigen rendah sangat penting dalam survival hipoksia pada organisme (Speers-Roesch et al. 2009).
Pengaruh hipoksia terhadap asam lemak, tidak seperti pengaruhnya terhadap laktat maupun glukosa dalam plasma. Konsentrasi asam lemak dan kontribusi bagian-bagiannya tidak dipengaruhi oleh perubahan oksigen dalam air. Aktivitas palmitat spesifik meningkat selama hipoksia (M'Boy 2011), tetapi persentase palmitat tidak dipengaruhi oleh perubahan oksigen. Pada ikan normal, rata-rata nonesterified fatty acids (NEFA) adalah 0.98 mM. Total konsentrasi NEFA tidak dipengaruhi oleh perubahan oksigen dalam air, tetapi rata-rata NEFA tersimpan mengalami penurunan secara signifikan setelah terpapar hipoksia selama 60 menit (gambar 2.). Konsentrasi laktat, glukosa, glukosa fluk dapat dilihat pada gambar 1. (Haman et al. 1997).
Gambar 2. Konsentrasi palmitat plasma (A), aktifitas spesifik (B) dan fraksional contribusi NEFA (C) (Haman et al. 1997) |
Konsentrasi NEFA fluk yang
lebih rendah dan tetapnya konsentrasi NEFA yang tersimpan pada ikan yang
terpapar hipoksia dapat ditunjukkan dengan penurunan parallel pada rata-rata
oksidasi dan mobilisasi NEFA. Rendahnya konsentrasi NEFA mungkin disebabkan
oleh tingginya konsentrasi glukosa plasma. Mobilisasi NEFA secara tidak
langsung berasal dari kontrol hormonal. Produksi glukosa kembali normal setelah
satu jam terkena paparan hipoksia dapat diamati pada kenaikan glikolisis
anaerobik terutama pembentukan kembali glikogen daripada sirkulasi glukosa
(Haman et al. 1997).
Hipoksia menyebabkan penurunan osmoregulasi, yang ditunjukkan dengan penurunan kapasitas osmoregulasi (osmoregulatory capacity; OC). Selain itu juga menyebabkan kenaikan laktat dan glukosa. Namun demikian, pada udang Litopanaeus vannamei yang diekspose kondisi hipoksia (1,5-2,5 mg O2 l-1) selama tiga hari, sekitar empat kali lebih tinggi kadar glukosa dan laktatnya pada haemolympha yang diteliti dibandingkan dengan kontrol (Mugnier et al. 2008). Kenaikan konsentrasi laktat hemolipha pada umunya direalese dari metabolisme anaerobik jaringan. Pada kondisi hipoksia, kenaikan konsentrasi Ca2+ haemolimpha merupakan faktor penting afinitas oksigen haemolimpha. Hipoksia juga menjadi respon stress dan menurunkan THC (total haemocyte count), yang juga berpengaruh terhadap sistem imun. Hipoksia hipercapnia menurunkan THC dan menaikkan rata-rata kematian udang windu (Mugnier et al. 2008).
No comments:
Post a Comment