Ekosistem
mangrove merupakan salah satu sumberdaya alam tropika yang memiliki fungsi dan
manfaat yang luas ditinjau dari aspek ekologi dan ekonomi. Kontribusi yang
paling penting dari hutan mangrove dalam kaitannya dengan ekosistem pantai
adalah serasah daunnya (penghasil detritus) dan dapat menghasilkan material bahan
organik yang menjadi sumber energi bagi organisme yang hidup di ekosistem
mangrove tersebut. Detritus yang dihasilkan oleh hutan mangrove dimanfaatkan
sebagian oleh hewan pemakan detritus, dan sebagian lagi diuraikan secara
bakterial menjadi mineral-mineral hara yang berperan dalam penyuburan perairan
(Bengen 2001).
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa komunitas mangrove memainkan peranan penting bagi berbagai jenis biota yang hidup di sekitar ekosistem tersebut. Nontji (1987), mengemukakan bahwa beberapa produk perikanan yang bernilai ekonomis penting mempunyai hubungan yang erat dengan ekosistem mangrove seperti udang (Penaeus), kepiting bakau (Scylla serrata) dan Tiram (Crassostrea).
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa komunitas mangrove memainkan peranan penting bagi berbagai jenis biota yang hidup di sekitar ekosistem tersebut. Nontji (1987), mengemukakan bahwa beberapa produk perikanan yang bernilai ekonomis penting mempunyai hubungan yang erat dengan ekosistem mangrove seperti udang (Penaeus), kepiting bakau (Scylla serrata) dan Tiram (Crassostrea).
Kepiting bakau (Scylla serrata) menjalani sebagian besar
hidupnya di ekosistem mangrove dan memanfaatkan ekosistem mangrove sebagai
habitat alami utamanya, yakni sebagai tempat berlindung, mencari makan, dan
pembesaran. Kepiting bakau memanfaatkan perairan hutan mangrove sebagai lokasi
untuk melakukan kopulasi/pembuahan, dan secara berangsur-angsur sesuai dengan perkembangan
telurnya, kepiting bakau betina akan beruaya dari perairan hutan mangrove ke
perairan laut untuk memijah, sedangkan kepiting bakau jantan akan tetap berada di hutan mangrove untuk melanjutkan aktifitas hidupnya. Setelah memijah,
kepiting bakau betina akan kembali ke hutan mangrove. Demikian pula dengan
juvenil kepiting bakau yang akan bermigrasi ke hulu estuari, untuk kemudian
berangsur-angsur memasuki hutan mangrove (MandongaBoy 2014).
Ekosistem
mangrove, merupakan tempat ideal bagi kepiting bakau untuk berlindung. Kepiting
bakau muda post-larva yang berasal dari laut, banyak dijumpai di sekitar
estuari dan hutan mangrove, karena terbawa arus dan air pasang dan akan
menempel pada akar-akar mangrove untuk berlindung (Hutching & Saenger
1987). Sedangkan kepiting bakau dewasa merupakan penghuni tetap hutan mangrove,
dan sering dijumpai membenamkan diri dalam substrat lumpur, atau menggali lubang
pada substrat lunak sebagai tempat persembunyian. Pagcatipunan (1972) dalam Siahainenia (2008) menyatakan
bahwa setelah berganti kulit (moulting), kepiting bakau akan melindungi
dirinya dengan cara membenamkan diri, atau bersembunyi dalam lubang sampai
karapaksnya mengeras. Hutching dan Saenger (1987) dalam Siahainenia (2008), menyatakan bahwa kepiting bakau hidup di sekitar hutan mangrove, dan memakan akar-akarnya (pneumatophore).
No comments:
Post a Comment