Friday, 13 June 2014

Simbiosis Kepiting Bakau dan Hutan Mangrove

Ekosistem mangrove merupakan salah satu sumberdaya alam tropika yang memiliki fungsi dan manfaat yang luas ditinjau dari aspek ekologi dan ekonomi. Kontribusi yang paling penting dari hutan mangrove dalam kaitannya dengan ekosistem pantai adalah serasah daunnya (penghasil detritus) dan dapat menghasilkan material bahan organik yang menjadi sumber energi bagi organisme yang hidup di ekosistem mangrove tersebut. Detritus yang dihasilkan oleh hutan mangrove dimanfaatkan sebagian oleh hewan pemakan detritus, dan sebagian lagi diuraikan secara bakterial menjadi mineral-mineral hara yang berperan dalam penyuburan perairan (Bengen 2001).

Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa komunitas mangrove memainkan peranan penting bagi berbagai jenis biota yang hidup di sekitar ekosistem tersebut. Nontji (1987), mengemukakan bahwa beberapa produk perikanan yang bernilai ekonomis penting mempunyai hubungan yang erat dengan ekosistem mangrove seperti udang (Penaeus), kepiting bakau (Scylla serrata) dan Tiram (Crassostrea).

Kepiting bakau (Scylla serrata) menjalani sebagian besar hidupnya di ekosistem mangrove dan memanfaatkan ekosistem mangrove sebagai habitat alami utamanya, yakni sebagai tempat berlindung, mencari makan, dan pembesaran. Kepiting bakau memanfaatkan perairan hutan mangrove sebagai lokasi untuk melakukan kopulasi/pembuahan, dan secara berangsur-angsur sesuai dengan perkembangan telurnya, kepiting bakau betina akan beruaya dari perairan hutan mangrove ke perairan laut untuk memijah, sedangkan kepiting bakau jantan akan tetap berada di hutan mangrove untuk melanjutkan aktifitas hidupnya. Setelah memijah, kepiting bakau betina akan kembali ke hutan mangrove. Demikian pula dengan juvenil kepiting bakau yang akan bermigrasi ke hulu estuari, untuk kemudian berangsur-angsur memasuki hutan mangrove (MandongaBoy 2014).

Ekosistem mangrove, merupakan tempat ideal bagi kepiting bakau untuk berlindung. Kepiting bakau muda post-larva yang berasal dari laut, banyak dijumpai di sekitar estuari dan hutan mangrove, karena terbawa arus dan air pasang dan akan menempel pada akar-akar mangrove untuk berlindung (Hutching & Saenger 1987). Sedangkan kepiting bakau dewasa merupakan penghuni tetap hutan mangrove, dan sering dijumpai membenamkan diri dalam substrat lumpur, atau menggali lubang pada substrat lunak sebagai tempat persembunyian. Pagcatipunan (1972) dalam Siahainenia (2008) menyatakan bahwa setelah berganti kulit (moulting), kepiting bakau akan melindungi dirinya dengan cara membenamkan diri, atau bersembunyi dalam lubang sampai karapaksnya mengeras. Hutching dan Saenger (1987) dalam Siahainenia (2008), menyatakan bahwa kepiting bakau hidup di sekitar hutan mangrove, dan memakan akar-akarnya (pneumatophore).

No comments:

Post a Comment