Monday 12 May 2014

Aplikasi Vaksin DNA Pada Ikan Teleost Serta Peranannya dalam Aktivasi Sistem Imun (Spesifik dan Non-Spesifik)


Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi manusia karena mengandung omega-3 serta omega-6 yang tinggi. Saat ini ikan merupakan salah satu menu yang wajib tersedia di atas meja makan, khususnya bagi masyarakat di negara-negara maju terutama di Jepang, Cina, Hongkong, dan Eropa. Cara penyajiannya pun bervariasi. Bakar, goreng, sushi, pepes, berkuah/tanpa kuah, tergantung selera lidah masing-masing.
Kebutuhan pasar yang tinggi diimbangi dengan produksi ikan dalam jumlah yang besar melalui sistem budidaya intensif (budidaya air laut, tawar dan payau) dengan tingkat kepadatan tinggi. Akan tetapi, dengan tingkat kepadatan tinggi tersebut menyebabkan ikan rentan terhadap serangan penyakit baik viral maupun bakterial (MandongaBoy 2014). Serangan penyakit terutama yang disebabkan oleh virus masih menjadi salah satu permasalahan utama dalam kegiatan budidaya ikan. Angka kematian kumulatif yang terkait dengan wabah penyakit viral telah memiliki dampak negatif yang besar pada industri budidaya berupa kerugian ekonomi yang cukup signifikan (Gilad et al. 2003), sehingga perlu perhatian khusus dalam penanganannya.
Salah satu upaya pencegahan terhadap penyakit khususnya yang disebabkan oleh infeksi viral dapat dilakukan dengan cara vaksinasi. Sebagai alternatif penggunaan bahan kimia dan antibiotik, vaksin merupakan cara yang menjanjikan untuk mengendalikan patogen menular seperti virus pada ikan budidaya. Salah satu jenis vaksin yang banyak dikembangkan saat ini adalah vaksin DNA. Dibandingkan vaksin konvensional, vaksin DNA menawarkan metode imunisasi yang dapat mengatasi banyak kelemahan terutama risiko infeksi dan biaya tinggi (Verri et al. 2003). Vaksin DNA juga  bersifat stabil dibandingkan jenis vaksin lainnya, sehingga memudahkan dalam penyimpanan dan yang terpenting adalah kemampuan vaksin DNA untuk mengaktivasi sistem kekebalan tubuh baik spesifik maupun non-spesifik (humoral & seluler) (Lorenzen & LaPatra 2005) melalui inokulasi DNA yang mengandung sekuen plasmid DNA asal virus tertentu yang bersifat imunogenik (Faizal 2010).
Penggunaan vaksin DNA pada ikan budidaya hingga saat ini telah banyak diteliti, baik di luar maupun dalam negeri, dan hasilnya pun menunjukkan sesuatu yang sangat menjanjikan bagi perkembangan dan keberlanjutan industri budidaya perikanan. Aplikasi vaksin DNA terhadap beberapa jenis ikan telah menunjukkan efektifitas yang tinggi, dengan tingkat kelangsungan hidup ikan yang divaksinasi dapat mencapai 80-90% (MandongaBoy 2014). Seperti yang telah diujikan pada ikan rainbow trout untuk infectious haematopoietic necrosis virus (IHNV) oleh Anderson (1996) serta Kim (2000) dan viral haemorrhagic septicaemia virus (VHSV) Lorenzen (1998); Boudinot (1998); Lorenzen (2002); Lorenzen & LaPatra (2005), ictalurid herpes virus 11 (IHV-1) pada channel catfish (Ictalurus punctatus) (Nusbaum 2002), serta KHV pada ikan mas (Nuryati 2010). Berdasarkan data hasil uji coba penggunaan vaksin DNA tersebut, menunjukkan bahwa vaksin DNA dapat memicu dan meningkatkan respon sistem imun ikan, baik imunitas bawaan (non-spesisifik) maupun imunitas adaptif (spesifik) sehingga ikan menjadi kebal terhadap inveksi virus.
Respon kekebalan (sistem imun) tubuh terdiri dari pertahanan bawaan dan pertahanan adaptif (Nehyba et al. 2002). Ikan teleost memiliki sistem pertahanan antiviral bawaan (non-spesifik) berupa interferon (IFN) yang memainkan peran yang krusial pada respon imunitas non-spesifik saat inveksi virus dengan memproduksi dan mensekresikan IFN-a/β (Gahlawat et al. 2009; Robertsen 2008). Interferon menghasil interferon regulatory factor (IRF) yang merupakan regulator utama pada sistem imun nonspesifik terhadap inveksi viral (Bergan et al. 2010, berperanan penting dalam aktivasi transkripsi gen IFN dan memiliki pengaruh utama dalam memahami mekanisme molekular patogen yang menginduksi respon antivirus bawaan dan merupakan regulator kunci dari ekspresi gen IFN pada saat induksi virus (Yao et al. 2012; Honda 2006).
Respon imun adaptif diinduksi oleh antigen yang disajikan oleh molekul Major Histocompatibility Complex (MHC) (Nehyba et al. 2002), yang mengaktifkan ekspresi sel imun seperti CD4 dan CD8 yang berfungsi untuk mengikat antigen/virus, pertahanan sel dan mengeliminasi antigen/virus (Yanuhar 2011). Respon imun dimulai oleh sel-sel APC (antigen presenting cells) yaitu sel-sel dendrit maupun makrofag setelah vaksinasi dengan vaksin DNA. Sel-sel APC yaitu makrofag dan sel-sel dendrit berisi plasmid DNA yang kemungkinan akan ditranskripsi dan ditranslasi sehingga menghasilkan protein imunogenik, menyembunyikan adanya infeksi patogen intraseluler (cytosolic pathway) dan berikutnya mempresentasikan antigen berupa protein asing di permukaan sel.
Molekul MHC menyajikan peptida endogen ke sel T sitotoksik serta peptida eksogen ke sel T helper (Rakus et al. 2003). MHC bertugas untuk memonitor patogen intraseluler dan terjadinya tumor yang pada gilirannya dapat menghilangkan sel-sel yang terinfeksi dengan mekanisme sitotoksik, menyebabkan aktivitas sel fagositik, produksi antibodi, dan aktivasi sifat imunologi yang terlibat dalam eliminasi parasit, bakteri, jamur dan netralisasi virus (Moulana et al. 2008; Rakus et al. 2009).
Aktivasi respon imun sebagaimana telah diuraikan di atas, dapat berlangsung akibat adanya induksi dari gen glikoprotein yang berasal dari virus tertentu, yang secara sengaja disisipkan pada konstruksi vaksin DNA. Dengan pemberian vaksin DNA pada ikan budidaya, diharapkan ikan tersebut akan mampu menghasilkan antibodi sehingga ikan menjadi kebal apabila terpapar virus selama masa budidaya. Dan diharapkan pula ikan yang telah divaksinasi tersebut apabila kemudian dikembangkan sebagai induk/tetua, akan menghasilkan anakan/keturunan yang tahan terhadap inveksi virus (MandongaBoy 2014).

No comments:

Post a Comment