Monday 5 May 2014

Pembesaran Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis) di Karamba Jaring Apung



Kerapu merupakan salah satu ikan yang mempunyai nilai ekonomis penting dan mempunyai peluang pasar yang cukup besar, baik domestik maupun luar negeri sehingga cukup potensial untuk dikembangkan (Mansyur 1995 dalam Nurmiati 2006). Ikan kerapu merupakan jenis ikan karang yang berprospek cukup cerah karena kelezatan dagingnya. Terdapat beberapa jenis kerapu yang banyak dibudidayakan, seperti kerapu tikus/bebek (Cromileptes altivelis), kerapu lumpur (Epinephelus bleekeri), kerapu macan (E. fuscoguttatus) dan kerapu sunuk/merah/lodi (Plectropomus leopardus).
Salah satu jenis kerapu yang memiliki harga jual tinggi mencapai ratusan ribu rupiah per kilogram adalah kerapu tikus (C. altivelis). Dalam bahasa Inggris, kerapu tikus/bebek disebut humpback grouper atau panther grouper dan khususnya di Australia, lebih dikenal dengan nama barramundi cod (id.wikipedia.org). Permintaan pasar yang terus meningkat, baik untuk pasar ekspor maupun lokal. Tak heran kalau ikan ini diincar oleh banyak pengusaha untuk dibesarkan dalam keramba jaring apung. Peluang pembesarannya pun terbuka luas karena lahan untuk keramba jaring apung di Indonesia cukup tersedia.
Disamping itu, teknologi budidaya kerapu tikus yang sudah dikuasai, mulai dari pembenihan, pendederan, penggelondongan hingga pembesaran. Dari informasi pasar diketahui permintaan terhadap kerapu tikus, baik ukuran kecil sebagai ikan hias maupun ukuran konsumsi (MandongaBoy 2011), terus meningkat. Kerapu tikus ukuran kecil (4 – 5 cm) laku dijual dengan harga Rp. 7000/ekor, sedangkan ukuran konsumsi dengan berat 400 – 600 gr/ekor laku dijual di pasar lokal dengan harga Rp. 300000 – Rp. 350000 per kilogramnya.  Bahkan, untuk pasaran ekspor seperti Hongkong, Taiwan dan Cina Daratan, harga kerapu tikus ukuran konsumsi mencapai US$ 55 per kilogram (berbagai sumber).
Sampai saat ini yang dapat dipenuhi oleh pasar baru sebagian kecil dari permintaan. Di Indonesia, pembenihan dan pembesaran kerapu telah mulai dikembangkan sebagai alternatif dalam mengantisipasi kekurangan kerapu akibat meningkatnya permintaan pasar (Akbar 2002). Namun demikian, usaha ini belum dapat memenuhi kebutuhan pasar akan kerapu sehingga sebagian dari benih yang dibudidayakan ataupun yang dijual berasal dari hasil tangkapan di alam (Diani 1993), sehingga tidak kontinu, tergantung populasinya di alam.
Melihat tingginya permintaan dan harga jualnya yang cukup tinggi, maka peluang membesarkan kerapu tikus dalam keramba jaring apung terbilang cukup baik. Berkembangnya usaha pembesaran kerapu tikus diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat, serta dapat meningkatkan devisa negara.

Klasifikasi dan Morfologi

Menurut Randall (1987) dalam Subyakto dan Cahyaningsih (2003), ikan kerapu tikus/tikus tergolong ke dalam Filum Chordata, Sub filum Vertebrata, Kelas Osteichtyes, Sub kelas Actinopterigi, Ordo Percomorphi, Sub ordo Percoidea, Famili Serranidae, Genus Epinephelus, Spesies Cromileptes altivelis.
Gambar 1. Morfologi ikan kerapu tikus (C. altivelis)

Kerapu tikus memiliki sirip dorsal (punggung), sirip anal (perut), sirip pektoral (dada), sirip garis lateral (gurat sisi), dan sirip caudal (ekor).  Selain sirip, dibagian tubuhnya terdapat sisik yang berbentuk sikloid.  Bentuk tubuh bagian punggung meninggi dengan bentuk cembung (concave).  Ketebalan tubuh sekitar 6,6 – 7,6 cm dari panjang spesifik.  Sementara panjang tubuh maksimalnya mencapai mencapai 70 cm.  Ikan ini tidak memiliki gigi canine (gigi yang terdapat pada geraham ikan).  Lubang hidungnya besar berbentuk bulan sabit vertikal.  Kulitnya berwarna terang abu-abu kehijauan dengan bintik-bintik hitam di seluruh kepala, badan dan sirip.  Pada kerapu tikus muda, bintik hitamnya lebih besar dan sedikit (Akbar, 2002).

Habitat dan Penyebaran

            Dalam siklus hidupnya kerapu tikus muda hidup di perairan karang pantai dengan kedalaman 0,5 – 3,0 m.  Kerapu tikus muda dan larva banyak terdapat di perairan pantai dekat muara sungai dengan dasar perairan berupa pasir berkarang yang banyak ditumbuhi padang lamun.  Menginjak masa dewasa, ikan ini bermigrasi ke perairan yang lebih dalam, antara 7 – 40 m.  Biasanya perpindahan ini berlangsung pada siang dan sore hari.  Telur dan larva bersifat pelagis, sedangkan kerapu muda hingga dewasa bersifat demersal.
            Daerah penyebaran kerapu tikus dimulai dari Afrika Timur sampai Pasifik Barat daya.  Di Indonesia sendiri kerapu tikus banyak ditemukan di perairan pulau Sumatera, Jawa, Sulawesi, Buru dan Ambon.  Salah satu indikator adanya kerapu tikus ini adalah perairan karang yang di Indonesia cukup luas (Akbar, 2002).

Reproduksi dan Daur Hidup

            Kerapu tikus bersifat hermafrodit protogini, yaitu pada perkembangan mencapai dewasa (matang gonad) berjenis kelamin betina dan akan berubah menjadi jantan bila sudah tumbuh menjadi lebih besar atau umurnya bertambah tua.  Induk kerapu tikus mengalami matang gonad sepanjang tahun (Akbar, 2002). 

Makanan dan Kebiasaan Makan

Pakan ikan kerapu untuk tahapan pembesaran berupa ikan rucah (ikan non ekonomis) yaitu antara lain ikan tembang, selar, dan rebon. Ikan rucah dipotong-potong untuk menyesuaikan dengan mulut ikan. Selama masa pendederan diberikan pakan sebanyak 2 – 3 kali sehari sampai ikan terlihat kenyang.  Memasuki tahap pembesaran, pakan ikan rucah diberikan per hari sebesar 15 % dari total biomass ikan kerapu berukuran 20 - 50 g. Seterusnya jumlah pakan diturunkan seiring dengan pertumbuhan ikan. Jumlah pakan dapat diturunkan menjadi 10 % dari biomass untuk ikan seberat 100 gram. waktu pemberian pakan yang terbaik adalah sesaat setelah matahari terbit atau sesaat sebelum matahari terbenam (http://www.bangka.go.id/kr_pengantar.htm).

Pemilihan Lokasi Budidaya

Salah satu faktor yang menunjang keberhasilan pembesaran ikan kerapu dengan metode KJA adalah pemilihan lokasi yang tepat. Hendaknya lokasi yang digunakan memenuhi persyaratan ekologis serta persyaratan teknis demi keberlanjutan usaha (kontinuitas). Faktor pemilihan lokasi yang tepat meliputi dua faktor, yaitu persyaratan umum dan persyaratan kualitas air.

A. Persyaratan Umum

Adapun faktor persyaratan umum yang harus ketahui dalam pemilihan lokasi budidaya antara lain :
Terlindung dari angin dan gelombang
Perairan yang dipilih harus bebas dari hempasan gelombang besar dan angin yang kuat. Karena perairan terbuka dapat merusak konstruksi sarana pembesaran (rakit) dan dapat mengganggu aktifitas budidaya. Tinggi gelombang untuk pembesaran kerapu tidak boleh 0,5 meter baik pada musim barat maupun timur.
Kedalaman perairan
Kedalaman yang ideal adalah 15-30 meter. Kedalaman pada surut terendah (>5 meter) untuk menghindari pengaruh kualitas air dari sisa kotoran ikan yang membusuk dan sering terjadi serangan ikan buntal yang merusak jaring. Sebaliknya kedalaman >30 meter membutuhkan tali jangkar yang terlalu panjang.
Dasar perairan
Sehubungan dengan habitat asli ikan kerapu adalah daerah berkarang dan dasar perpasir maka dasar perairan yang ideal dipilih untuk lokasi keramba jaring apung adalah perairan yang berkarang dan berpasir putih.
Jauh dari limbah pencemaran
Limbah rumah tangga dapat menyebabkan tingginya konsentrasi bakteri di perairan. Limbah buangan industri bisa menyebabkan tingginya konsentrasi logam berat sedangkan limbah buangan tambak dapat meningkatkan kesuburan perairan yang menyebabkan suburnya pertumbuhan organisme penempel seperti teritip dan kekerangan lainnya yang dapat merusak jaring.

Tidak ada alur pelayaran
Lokasi yang dekat atau berada di alur pelayaran tidak hanya menggangu pelayaran, akibat suara mesin motor atau perahu yang lalu lalang juga gelombang dan pusaran air yang ditimbulkannya juga dapat mengganggu ikan peliharaan.


Tersedia sumber pakan
Hal ini cukup penting karena pakan merupakan kunci pembesaran ikan kerapu tikus dan macan. Lokasi dekat dengan daerah penangkapan ikan menggunakan lifnet atau bagan bisa dijadikan pilihan karena akan mudah mendapatkan pakan berupa ikan segar dan murah. Selain itu daerah yang dekat dengan tempat pelelangan ikan pun akan menjamin kontinuitas pengadaan ikan rucah.



Dekat dengan sarana dan prasarana transportasi
Tersedianya sarana dan prasarana berupa jalan darat menuju lokasi merupakan lokasi yang baik karena memudahkan transportasi benih dan hasil panen.

Keamanan
Keamanan merupakan faktor penting seperti kekhawatiran akan pencurian yang bisa mengakibatkan kerugian.

B.  Persyaratan kualitas air

Adapun faktor persyaratan kualitas air yang harus ketahui dalam pemilihan lokasi budidaya antara lain :

1. Kualitas fisik air

Yang dimaksud dengan kualitas fisik air antara lain adalah kecepatan arus dan kecerahan air.

Kecepatan arus
Kecepatan arus ideal untuk pembesaran ikan kerapu antara 15-30 cm/detik. Kecepatan arus >30 cm/detik dapat mempengaruhi posisi jaring dan sistem penjangkaran. Kuatnya arus dapat menggeser posisi rakit, sebaliknya arus yang terlalu kecil dapat mengurangi pertukaran air keluar masuk jaring dan berpengaruh terhadap ketersediaan oksigen dalam wadah pemeliharaan, serta mudahnya penyakit terutama parasit menyerang ikan pemeliharaan. Aliran arus harus mampu mengalirkan buangan sisa pakan dan limbah keluar daari areal pembudidayaan secara periodik dan terjadi pengenceran secara alami.

Kecerahan
Perairan yang tingkat kecerahannya sangat tinggi bahkan sampai tembus dasar merupakan indikator lokasi yang baik untuk pembesaran. Sebaliknya dengan tingkat kecerahan yang rendah menandakan tingkat bahan organik terlarut sangat tinggi. Perairan ini dikategoorikan cukup subur dan tidak baik untuk pembesaran karena kondisi tersebut menyebabkan cepatnya perkebangan organisme penempel seperti lumut, cacing, kekerangan. Kecerahan perairan yang cocok untuk pembesaran kerapu adalah >2 meter.

2. Kualitas kimia air

Untuk mengetahui kualitas  kimia air ada beberapa hal parameter yang perlu diketahui antara lain :
Salinitas/kadar garam
Salinitas yang ideal untuk pembesaran adalah 30-33 ppt. Lokasi yang berdekatan dengan muara tidak dianjurkan karena salinitasnya sangat berfluaktuasi, hal ini dipengaruhi oleh masuknya air tawar dari sungai. Salinitas yang berfluktuasi bisa mempengaruhi pertumbuhan dan nafsu makan ikan.

Suhu
Suhu optimum untuk pertumbuhan ikan adalah 27-32oC. Perairan laut mempunyai kecenderungan bersuhu konstan.

pH
pH yang cocok untuk pembesaran kerapu berkisar 7.8 – 8.2. Perairan dengan pH rendah mengakibatkan aktifitas tubuh menurun dan kondisi ikan menjadi lemah sehingga mudah terkena infeksi yang bisa mengakibatkan mortalitas/kematian tinggi.

Oksigen terlarut (DO)
Oksigen terlarut sangat dibutuhkan bagi kehidupan ikan. Konsentrasi oksigen dalam air dapat mempengaruhi pertumbuhan, konversi pakan dan mengurangi daya dukung perairan. Kerapu tikus dapat tumbuh dan berkembang dengan baik dengan konsentrasi DO lebih dari 4.8 ppm.

Teknik Pemeliharaan/Pembesaran

Penebaran benih sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari untuk menghindari stres akibat kondisi lingkungan.  Sebelum ditebarkan, benih harus diaklimatisasi dalam bak pendederan.  Padat penebaran benih berukuran 1,5 cm berkisar 1 – 3 ekor per liter (Akbar, 2002).  Pendederan terhadap benih kerapu berumur 60 hari (3 – 5 cm) dilakukan dalam keramba berukuran 1 x 1 x 1,5 m hingga mencapai berat 9 – 12 gram selama sekitar tiga bulan (www.kompas.com).
Sedangkan untuk pembesaran dalam KJA, padat penebaran untuk benih kerapu tikus dengan panjang 3 – 4 cm dan berat 1,2 kg adalah 300 ekor per kantong waring.  KJA yang digunakan untuk pembesaran biasanya berbentuk kotak berukuran 8 x 8 meter, yang terdiri dari 4 kotak dengan ukuran 3.2 x 3.2 meter untuk masing-masing kotaknya (MandongaBoy 2011). Setelah dibesarkan selama 1,5 – 2 bulan, kepadatannya dikurangi menjadi 150 ekor per kantong waring.  Kepadatan ini dapat dipertahankan hingga masa pemeliharaan 3 – 4  bulan.  Setelah masa pemeliharaan 5 – 7 bulan kepadatan harus dikurangi menjadi 75 ekor per kantong.  Dan menjadi 25 – 30 ekor/m3 setelah umur di atas 7 bulan (Akbar, 2002).
Dalam pembesaran kerapu tikus, kepadatan tebar sangat menentukan tingkat pertumbuhan dan kehidupan ikan.  Bila terlalu padat, laju pertumbuhan akan berkurang akibat adanya persaingan ruang, oksigen, dan pakan (Akbar, 2002).  Biasanya kerapu tikus sudah mencapai ukuran konsumsi dan sudah dapat dipanen pada umur 7 bulan pemeliharaan.  Namun, terkadang  para petani kerapu tikus memelihara ikannya selama 10 – 12 bulan.  Hal ini dilakukan untuk memperoleh kerapu tikus dengan ukuran super yang banyak diminati di pasaran luar negeri (komunikasi personal).

Panen dan Pasca Panen

Pada umumnya kerapu tikus lebih banyak dijual dalam keadaan hidup karena harga jualnya lebih tinggi dibandingkan dengan yang sudah mati.  Oleh karena itu, kesegaran ikan harus dipertahankan.  Untuk menjaga agar ikan tetap sehat dan segar, pemanenan sebaiknya dilakukan pada sore hari karena suhu relatif lebih rendah, serta dapat menunjang transportasi hasil panen yang biasanya dilakukan pada malam hari.
Sebelum ikan dipanen, perlu dilakukan sampling, dengan cara mengambil ikan sebanyak 5% dari jumlah total ikan.  Hal ini dimaksud agar dapat diperkirakan jumlah, ukuran, dan mutu hasil panen yang kelak akan diperoleh. Pemanenan kerapu tikus dilakukan setelah masa pemeliharaan 10 – 12 bulan, dan ikan sudah mencapai ukuran berat 2 kg/3 ekor, dengan tingkat kelangsungan hidup sebesar 84,5% (komunikasi personal).
Panen dapat dilakukan dengan cara selektif atau panen total. Pemanenan ikan konsumsi dapat dilakukan dengan cara mengangkat jaring pemeliharaan dengan menggunakan kayu.  Caranya ialah dengan melewatkan kayu dari bawah jaring yang kemudian diangkat sehingga jaring pemeliharaan terbagi menjadi dua.  Dengan cara ini akan memudahkan pemanenannya, baik secara selektif maupun total (Akbar, 2002).
Sebelum dipasarkan, kerapu tikus yang telah dipanen sebaiknya dipuasakan selama 6 – 24 jam, tergantung dari ukuran ikan.  Pemuasaan bertujuan untuk menghindari terjadinya buangan sisa-sisa metabolisme yang dapat menurunkan kualitas air dalam wadah penyimpanan. Setelah dipuasakan, kemudian kerapu tikus tersebut dimasukkan ke dalam kantong plastik yang diberi tambahan oksigen murni sekitar 2/3 volume kantong.  Kemudian ujung kantong diikat kuat dengan menggunakan karet gelang.  Selanjutnya kantong-kantong tersebut dimasukkan ke dalam wadah styrofoam.  Untuk menjaga naiknya suhu air maka pada susunan kantong teratas diletakkan sebanyak 1 – 2 kantong plastik es.  Kemudian wadah styrofoam ditutup rapat dan diberi perekat (lakban).  Selanjutnya di bagian atas kardus styrofoam diberi label yang berisi jenis, jumlah ikan, dan data lain yang sesuai (Akbar, 2002).

Penyakit

Berdasarkan hasil pemantaun lapangan serta  komunikasi personal dengan petani KJA kerapu tikus, terdapat beberapa jenis penyakit yang seringkali menyerang ikan kerapu tikus dalam KJA adalah sebagai berikut :
1.      Kutu ikan (monogenia), merupakan parasit jenis kutu ikan dari gologan crustacea berukuran 2 – 3 mm, berwarna transparan sehingga tidak tampak oleh mata telanjang. Gejalanya yaitu luka pada sirip punggung ikan, nafsu makan menurun.
2.      Vibriosis, yaitu jenis penyakit yang disebabkan karena serangan bakteri Vibrio sp., dengan gejala perut ikan menjadi kembung (pengumpulan cairan di perut), radang berwarna merah pada bagian anus.
3.      Kelainan, berupa mulut kerapu tikus yang bengkok ke atas.

No comments:

Post a Comment