Friday 22 August 2014

Siklus Hidup Ketam Kelapa (Birgus latro)

Ketam kelapa (Birgus latro) selama hidupnya memiliki dua habitat yaitu laut dan daratan. Proses inkubasi dan matang telur berada di daratan, masa penetasan telur berada di daerah pantai kemudian burayak sebagai larva planktonik yang hidup bebas di laut, dan tahap dewasa kembali ke daratan. Ketam kelapa yang sudah dewasa melakukan perkawinan di darat, kemudian ketam betina akan mengerami telur. Ketika telur telah siap menetas, ketam betina berjalan menuju laut untuk melepaskan telur dengan berjalan diatas batu-batuan pada perbatasan daerah pasang surut, sehingga ombak yang datang memecah akan membasahi bagian atas tubuhnya secara teratur. Pada saat telur-telur tersebut kontak dengan air laut, setelah menetas zoea dilepaskan ke dalam laut (Brown dan Fielder 1991).

Telur-telur yang menetas pada tahap zoea pertama lamanya 4-9 hari, biasanya 5-6 hari, pergantian ke tahap zoea kedua dimulai pada hari ke empat dari kehidupan larva dan mencapai puncaknya pada hari ke lima dan hari ke enam. Tahap zoea berlangsung 3 – 15 hari dari kehidupan larva dan sebagian selesai dalam waktu 10 hari. Lamanya tahap zoea ke tiga 3 -18 hari, tetapi biasanya 8-9 hari. Pergantian pada tahap zoea ke empat dimulai tepat pada hari ke 15 dari kehidupan larva dan dilanjutkan kira-kira hari ke 24. Burayak yang mengalami pergantian kulit pada hari ke 18 - 20, biasanya pada hari ke 18-lah pergantian kulit berlangsung sangat aktif. Sedangkan lamanya tahap zoea keempat dan penyempurnaan atau tahap metazoa adalah 6 -12 hari dan akhirnya ketika usia larva 20 -30 hari ketam berada dalam tahap terakhir pergantian zoea untuk berubah ke tahap post larva “glaocothoe” (M’Boy 2014). Shokita et al. (1991) membagi tahap perkembangan zoea mulai dari tahap zoea I hingga zoea V. Pada tahap-tahap ini bentuk tubuh ketam kelapa menyerupai udang. Sesudah tahap zoea V tubuh berubah bentuk menjadi glaucothoe (megalopa). Glaucothoe akan mencari cangkang gastropoda yang kosong sebagai tempat berlindung dan kemudian hidup di perairan dangkal. Ketam kelapa berada dalam cangkang selama kurang lebih 6 bulan (Morton (1991) dalam Sahami (1994). Ketam kelapa bermigrasi dan memulai hidupnya di darat setelah menjadi juvenil.

Kadang-kadang tahap zoea ke lima ini terjadi, tetapi sedikit sekali pengetahuan tentang lamanya zoea ke lima. Biasanya tahap zoea ke lima ini sama seperti tahap zoea ke empat yaitu kurang dari enam hari. Tahap ini penting karena memperhatikan campuran antara karakteristik zoea dan “glaucothoe” jika diperhatikan pada umbai dada yang berhubungan dengan lipatan tertutup cephalothorax dan banyaknya setae pada pleopod dan abdomen. Ciri lainnya adalah bentuk telson dan perlindungan terhadap segmen abdomialnya.

Fase post larva “glaucothoe” merupakan tahapan yang terpenting dalam pertumbuhan Birgus latro. Pada tahapan ini terjadi perubahan seperti amphibi. Perkembangan selanjutnya telah dapat berenang dengan menggunakan pleopodnya atau bergerak perlahan-lahan di daratan. Pada tingkatan ini ketam tersebut mulai menggunakan cangkang. Biasanya “glaucothoe” memilih cangkang gastropoda yang kecil dan bermigrasi dari lautan ke daratan. Seperti halnya tingkah laku yang khas sebagai anggota infra ordo Anomura (kalaumang). Setelah itu bergerak perlahan-lahan menuju daratan, “glaucothoe” berjalan dengan kulitnya yang sangat kecil dan bila sudah dewasa akan mengubur dirinya dalam rangka mempersiapkan diri untuk berganti kulit. Setelah tahap ini ketam kelapa tersebut menggali lubang dan terjadi pergantian kulit pada hari ke 28, ketam ini muncul sebagai ketam mudah pada hari ke 36. Setelah perubahan bentuk mereka memakan kerangka luarnya yang lebih tua.

Kecuali sebagai larva, ketam kelapa (Birgus latro) tidak berenang bahkan spesimen kecil akan tenggelam dalam air. Mereka menggunakan organ khusus yang disebut “paru-paru branchiostegal” untuk bernafas. Organ ini dapat ditafsirkan sebagai tingkat perkembangan antara insang dan paru-paru, dan merupakan salah satu adaptasi paling signifikan dari ketam kelapa terhadap habitatnya. Ruangan dari organ pernafasan ini terletak bagian belakang cephalotoraks. Di organ ini terdapat jaringan yang sama seperti pada insang, namun cocok untuk penyerapan oksigen dari udara, bukannya di air. Mereka memakai kaki terakhir yang paling kecil untuk membersihkan organ napas ini, dan untuk membasahinya dengan air laut. Organ itu memerlukan air agar berfungsi, dan ketam ini memenuhi hal ini dengan menekan kaki yang dibasahi pada jaringan spons didekatnya. Ketam kelapa juga bisa meminum air laut, menggunakan cara yang sama untuk mengambil air ke mulutnya.

Selain organ pernafasan ini, ketam kelapa mempunyai kumpulan insang rudimenter tambahan. Namun sewaktu-waktu insang ini kemungkinan digunakan untuk bernafas dalam air pada sejarah evolusi jenis ini, mereka tidak lagi menyediakan cukup oksigen, dan ketam yang terbenam di air akan tenggelam dalam waktu beberapa menit (laporan beragam, mungkin tergantung tingkat stres dan latihan serta konsumsi oksigen yang dihasilkan).

Penggunaan cangkang gastropoda yang kosong pada fase “glaucothoe” dan ketam kelapa mudah merupakan adaptasi tingkah laku yang berhubungan dengan keberhasilan emigrasi ketam kelapa dari lingkungan perairan laut ke daratan. Tingkah laku ini dilakukan sebagai cara untuk melindungi diri dari kekeringan dan berbagai ancaman yang terjadi dalam fase yang rentan dalam siklus hidup hewan ini.

Biasanya setiap kali berganti kulit ketam kelapa juga akan mengganti rumah keongnya. Penggantian rumah tersebut disesuaikan dengan pertambahan ukuran tubuh. Tingkah laku yang demikian menjadikan ketam ini sebagai hewan pembawa cangkang dan dapat berlangsung selama dua setengah tahun. Namun demikian di Enowetok ditemukan ketam kelapa terkecil yang berukuran karapas 22 mm dan di Guam sekitar 8,4 mm keduanya tanpa rumah cangkang. Hasil penelitian di pulau Christmas menunjukkan ketam kelapa mempergunakan cangkang Trochus sp. hingga berumur 9 bulan. pada ketam berukuran lebih kecil yang tidak menemukan cangkang untuk tinggal, akan berlindung di dalam hutan hingga berumur 12 bulan.

Ketam kelapa pada fase kalaumang atau hidup dengan cangkang gastropoda, bersifat semi-teresterial dan karakteristik hidup pada mintakat supra litoral yang berpasir, dan pada siang hari dapat ditemukan berkumpul di bawah semak-semak dan diantara reruntuhan pohon yang mati dan kayu. Ketam kelapa mempunyai tingkah laku yang menarik, pada fase kalaumang hidup di mintakat litoral hingga supralitoral dan jarang ditemukan pada daerah di atas mintakat supralitoral. Ketam kelapa dewasa ditemukan di atas mintakat supralitoral yaitu pada celah atau lubang karang atau pohon. Liangnya ditemukan berkisar antara 100 – 200 m dari garis pantai, walaupun pada daerah yang jauh dari pantai sekalipun dapat ditemukan, diduga hal ini berhubungan dengan sifat reproduksinya yaitu pada masa bertelur, ketam kelapa betina akan kembali ke laut untuk melepaskan telur.

Ketam kelapa akan mencapai matang gonad ketika mencapai umur 3,5 dan 5 tahun. Pada umur tersebut ketam kelapa akan kembali melakukan aktifitas perkawinan dan memulai siklus hidupnya dengan melepaskan telurnya ke laut. Telur-telur ketam kelapa yang telah matang berwarna abu-abu kekuning-kuningan dengan titik mata yang terlihat jelas.

No comments:

Post a Comment