Kerapu merupakan
salah satu ikan yang mempunyai nilai ekonomis penting dan mempunyai peluang
pasar yang cukup besar, baik domestik maupun luar negeri sehingga cukup
potensial untuk dikembangkan (Mansyur 1995 dalam
Nurmiati 2006). Ikan kerapu merupakan jenis ikan karang yang berprospek cukup
cerah karena kelezatan dagingnya. Terdapat beberapa jenis kerapu yang banyak
dibudidayakan, seperti kerapu tikus/bebek (Cromileptes
altivelis), kerapu lumpur (Epinephelus bleekeri), kerapu macan (E. fuscoguttatus) dan kerapu
sunuk/merah/lodi (Plectropomus leopardus).
Salah satu jenis kerapu
yang memiliki harga jual tinggi mencapai ratusan ribu rupiah per kilogram
adalah kerapu tikus (C. altivelis).
Dalam bahasa Inggris, kerapu tikus/bebek disebut humpback grouper atau panther
grouper dan khususnya di Australia, lebih dikenal dengan nama barramundi
cod (id.wikipedia.org).
Permintaan pasar yang terus meningkat, baik untuk pasar ekspor maupun lokal.
Tak heran kalau ikan ini diincar oleh banyak pengusaha untuk dibesarkan dalam
keramba jaring apung. Peluang pembesarannya pun terbuka luas karena lahan untuk
keramba jaring apung di Indonesia cukup tersedia.
Disamping itu, teknologi
budidaya kerapu tikus yang sudah dikuasai, mulai dari pembenihan, pendederan,
penggelondongan hingga pembesaran. Dari informasi pasar diketahui permintaan
terhadap kerapu tikus, baik ukuran kecil sebagai ikan hias maupun ukuran
konsumsi (MandongaBoy 2011), terus meningkat. Kerapu tikus ukuran kecil (4 – 5 cm) laku dijual
dengan harga Rp. 7000/ekor, sedangkan ukuran konsumsi dengan berat 400 – 600
gr/ekor laku dijual di pasar lokal dengan harga Rp. 300000 – Rp. 350000 per kilogramnya. Bahkan, untuk pasaran ekspor seperti
Hongkong, Taiwan dan Cina Daratan, harga kerapu tikus ukuran konsumsi mencapai
US$ 55 per kilogram (berbagai sumber).
Sampai saat ini yang
dapat dipenuhi oleh pasar baru sebagian kecil dari permintaan. Di Indonesia,
pembenihan dan pembesaran kerapu telah mulai dikembangkan sebagai alternatif
dalam mengantisipasi kekurangan kerapu akibat meningkatnya permintaan pasar
(Akbar 2002). Namun demikian, usaha ini belum dapat memenuhi kebutuhan pasar
akan kerapu sehingga sebagian dari benih yang dibudidayakan ataupun yang dijual
berasal dari hasil tangkapan di alam (Diani 1993), sehingga tidak kontinu,
tergantung populasinya di alam.
Melihat tingginya
permintaan dan harga jualnya yang cukup tinggi, maka peluang membesarkan kerapu
tikus dalam keramba jaring apung terbilang cukup baik. Berkembangnya usaha
pembesaran kerapu tikus diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat,
serta dapat meningkatkan devisa negara.
Klasifikasi dan Morfologi
Menurut Randall (1987) dalam Subyakto dan Cahyaningsih (2003), ikan kerapu tikus/tikus
tergolong ke dalam Filum
Chordata, Sub filum Vertebrata, Kelas Osteichtyes, Sub kelas Actinopterigi,
Ordo Percomorphi, Sub ordo Percoidea, Famili Serranidae, Genus Epinephelus,
Spesies Cromileptes altivelis.
|
Gambar 1. Morfologi
ikan kerapu tikus (C. altivelis) |
Kerapu tikus memiliki sirip dorsal (punggung),
sirip anal (perut), sirip pektoral
(dada), sirip garis lateral (gurat sisi), dan sirip caudal (ekor). Selain sirip,
dibagian tubuhnya terdapat sisik yang berbentuk sikloid. Bentuk tubuh bagian punggung meninggi dengan
bentuk cembung (concave). Ketebalan tubuh sekitar 6,6 – 7,6 cm dari
panjang spesifik. Sementara panjang
tubuh maksimalnya mencapai mencapai 70 cm.
Ikan ini tidak memiliki gigi canine
(gigi yang terdapat pada geraham ikan). Lubang
hidungnya besar berbentuk bulan sabit vertikal.
Kulitnya berwarna terang abu-abu kehijauan dengan bintik-bintik hitam di
seluruh kepala, badan dan sirip. Pada
kerapu tikus muda, bintik hitamnya lebih besar dan sedikit (Akbar, 2002).
Habitat dan Penyebaran
Dalam siklus hidupnya
kerapu tikus muda hidup di perairan karang pantai dengan kedalaman 0,5 – 3,0
m. Kerapu tikus muda dan larva banyak
terdapat di perairan pantai dekat muara sungai dengan dasar perairan berupa
pasir berkarang yang banyak ditumbuhi padang lamun. Menginjak masa dewasa, ikan ini bermigrasi ke
perairan yang lebih dalam, antara 7 – 40 m.
Biasanya perpindahan ini berlangsung pada siang dan sore hari. Telur dan larva bersifat pelagis, sedangkan
kerapu muda hingga dewasa bersifat demersal.
Daerah penyebaran kerapu
tikus dimulai dari Afrika Timur sampai Pasifik Barat daya. Di Indonesia sendiri kerapu tikus banyak
ditemukan di perairan pulau Sumatera, Jawa, Sulawesi, Buru dan Ambon. Salah satu indikator adanya kerapu tikus ini
adalah perairan karang yang di Indonesia cukup luas (Akbar, 2002).
Reproduksi dan Daur Hidup
Kerapu tikus bersifat
hermafrodit protogini, yaitu pada perkembangan mencapai dewasa (matang gonad)
berjenis kelamin betina dan akan berubah menjadi jantan bila sudah tumbuh
menjadi lebih besar atau umurnya bertambah tua.
Induk kerapu tikus mengalami matang gonad sepanjang tahun (Akbar,
2002).
Makanan dan Kebiasaan Makan
Pakan ikan kerapu untuk tahapan pembesaran berupa
ikan rucah (ikan non ekonomis) yaitu antara lain ikan tembang, selar, dan
rebon. Ikan rucah dipotong-potong untuk menyesuaikan dengan mulut ikan. Selama
masa pendederan diberikan pakan sebanyak 2 – 3 kali sehari sampai ikan terlihat
kenyang. Memasuki tahap pembesaran, pakan ikan rucah diberikan per hari
sebesar 15 % dari total biomass ikan kerapu berukuran 20 - 50 g. Seterusnya
jumlah pakan diturunkan seiring dengan pertumbuhan ikan. Jumlah pakan dapat
diturunkan menjadi 10 % dari biomass untuk ikan seberat 100 gram. waktu pemberian
pakan yang terbaik adalah sesaat setelah matahari terbit atau sesaat sebelum
matahari terbenam (http://www.bangka.go.id/kr_pengantar.htm).
Pemilihan
Lokasi Budidaya
Salah
satu faktor yang menunjang keberhasilan pembesaran ikan kerapu dengan metode
KJA adalah pemilihan lokasi yang tepat. Hendaknya lokasi yang digunakan
memenuhi persyaratan ekologis serta persyaratan teknis demi keberlanjutan usaha
(kontinuitas). Faktor pemilihan lokasi yang tepat meliputi dua faktor, yaitu
persyaratan umum dan persyaratan kualitas air.
A. Persyaratan Umum
Adapun
faktor persyaratan umum yang harus ketahui dalam pemilihan lokasi budidaya
antara lain :
Terlindung dari angin dan gelombang
Perairan
yang dipilih harus bebas dari hempasan gelombang besar dan angin yang kuat.
Karena perairan terbuka dapat merusak konstruksi sarana pembesaran (rakit) dan
dapat mengganggu aktifitas budidaya. Tinggi gelombang untuk pembesaran kerapu
tidak boleh 0,5 meter baik pada musim barat maupun timur.
Kedalaman perairan
Kedalaman
yang ideal adalah 15-30 meter. Kedalaman pada surut terendah (>5 meter)
untuk menghindari pengaruh kualitas air dari sisa kotoran ikan yang membusuk
dan sering terjadi serangan ikan buntal yang merusak jaring. Sebaliknya
kedalaman >30 meter membutuhkan tali jangkar yang terlalu panjang.
Dasar perairan
Sehubungan
dengan habitat asli ikan kerapu adalah daerah berkarang dan dasar perpasir maka
dasar perairan yang ideal dipilih untuk lokasi keramba jaring apung adalah
perairan yang berkarang dan berpasir putih.
Jauh dari limbah pencemaran
Limbah
rumah tangga dapat menyebabkan tingginya konsentrasi bakteri di perairan.
Limbah buangan industri bisa menyebabkan tingginya konsentrasi logam berat
sedangkan limbah buangan tambak dapat meningkatkan kesuburan perairan yang
menyebabkan suburnya pertumbuhan organisme penempel seperti teritip dan
kekerangan lainnya yang dapat merusak jaring.
Tidak ada alur pelayaran
Lokasi
yang dekat atau berada di alur pelayaran tidak hanya menggangu pelayaran,
akibat suara mesin motor atau perahu yang lalu lalang juga gelombang dan
pusaran air yang ditimbulkannya juga dapat mengganggu ikan peliharaan.
Tersedia sumber pakan
Hal
ini cukup penting karena pakan merupakan kunci pembesaran ikan kerapu tikus dan
macan. Lokasi dekat dengan daerah penangkapan ikan menggunakan lifnet atau
bagan bisa dijadikan pilihan karena akan mudah mendapatkan pakan berupa ikan
segar dan murah. Selain itu daerah yang dekat dengan tempat pelelangan ikan pun
akan menjamin kontinuitas pengadaan ikan rucah.
Dekat dengan sarana dan prasarana transportasi
Tersedianya
sarana dan prasarana berupa jalan darat menuju lokasi merupakan lokasi yang
baik karena memudahkan transportasi benih dan hasil panen.
Keamanan
Keamanan
merupakan faktor penting seperti kekhawatiran akan pencurian yang bisa
mengakibatkan kerugian.
B. Persyaratan kualitas air
Adapun
faktor persyaratan kualitas air yang harus ketahui dalam pemilihan lokasi
budidaya antara lain :
1. Kualitas fisik air
Yang dimaksud
dengan kualitas fisik air antara lain adalah kecepatan arus dan kecerahan air.
Kecepatan arus
Kecepatan
arus ideal untuk pembesaran ikan kerapu antara 15-30 cm/detik. Kecepatan arus
>30 cm/detik dapat mempengaruhi posisi jaring dan sistem penjangkaran.
Kuatnya arus dapat menggeser posisi rakit, sebaliknya arus yang terlalu kecil
dapat mengurangi pertukaran air keluar masuk jaring dan berpengaruh terhadap
ketersediaan oksigen dalam wadah pemeliharaan, serta mudahnya penyakit terutama
parasit menyerang ikan pemeliharaan. Aliran arus harus mampu mengalirkan
buangan sisa pakan dan limbah keluar daari areal pembudidayaan secara periodik
dan terjadi pengenceran secara alami.
Kecerahan
Perairan
yang tingkat kecerahannya sangat tinggi bahkan sampai tembus dasar merupakan
indikator lokasi yang baik untuk pembesaran. Sebaliknya dengan tingkat
kecerahan yang rendah menandakan tingkat bahan organik terlarut sangat tinggi.
Perairan ini dikategoorikan cukup subur dan tidak baik untuk pembesaran karena
kondisi tersebut menyebabkan cepatnya perkebangan organisme penempel seperti
lumut, cacing, kekerangan. Kecerahan perairan yang cocok untuk pembesaran
kerapu adalah >2 meter.
2. Kualitas kimia air
Untuk
mengetahui kualitas kimia air ada beberapa hal parameter yang perlu
diketahui antara lain :
Salinitas/kadar garam
Salinitas
yang ideal untuk pembesaran adalah 30-33 ppt. Lokasi yang berdekatan dengan
muara tidak dianjurkan karena salinitasnya sangat berfluaktuasi, hal ini
dipengaruhi oleh masuknya air tawar dari sungai. Salinitas yang berfluktuasi
bisa mempengaruhi pertumbuhan dan nafsu makan ikan.
Suhu
Suhu
optimum untuk pertumbuhan ikan adalah 27-32oC. Perairan laut
mempunyai kecenderungan bersuhu konstan.
pH
pH
yang cocok untuk pembesaran kerapu berkisar 7.8 – 8.2. Perairan dengan pH
rendah mengakibatkan aktifitas tubuh menurun dan kondisi ikan menjadi lemah
sehingga mudah terkena infeksi yang bisa mengakibatkan mortalitas/kematian
tinggi.
Oksigen terlarut (DO)
Oksigen
terlarut sangat dibutuhkan bagi kehidupan ikan. Konsentrasi oksigen dalam air
dapat mempengaruhi pertumbuhan, konversi pakan dan mengurangi daya dukung
perairan. Kerapu tikus dapat tumbuh dan berkembang dengan baik dengan
konsentrasi DO lebih dari 4.8 ppm.
Teknik Pemeliharaan/Pembesaran
Penebaran benih sebaiknya dilakukan pada pagi atau
sore hari untuk menghindari stres akibat kondisi lingkungan. Sebelum ditebarkan, benih harus
diaklimatisasi dalam bak pendederan.
Padat penebaran benih berukuran 1,5 cm berkisar 1 – 3 ekor per liter
(Akbar, 2002). Pendederan terhadap benih
kerapu berumur 60 hari (3 – 5 cm) dilakukan dalam keramba berukuran 1 x 1 x 1,5
m hingga mencapai berat 9 – 12 gram selama sekitar tiga bulan (www.kompas.com).
Sedangkan untuk pembesaran dalam KJA, padat
penebaran untuk benih kerapu tikus dengan panjang 3 – 4 cm dan berat 1,2 kg
adalah 300 ekor per kantong waring. KJA
yang digunakan untuk pembesaran biasanya berbentuk kotak berukuran 8 x 8 meter,
yang terdiri dari 4 kotak dengan ukuran 3.2 x 3.2 meter untuk masing-masing
kotaknya (MandongaBoy 2011). Setelah dibesarkan selama
1,5 – 2 bulan, kepadatannya dikurangi menjadi 150 ekor per kantong waring. Kepadatan ini dapat dipertahankan hingga masa
pemeliharaan 3 – 4 bulan. Setelah masa pemeliharaan 5 – 7 bulan
kepadatan harus dikurangi menjadi 75 ekor per kantong. Dan menjadi 25 – 30 ekor/m3
setelah umur di atas 7 bulan (Akbar, 2002).
Dalam pembesaran kerapu tikus, kepadatan tebar
sangat menentukan tingkat pertumbuhan dan kehidupan ikan. Bila terlalu padat, laju pertumbuhan akan
berkurang akibat adanya persaingan ruang, oksigen, dan pakan (Akbar,
2002). Biasanya kerapu tikus sudah
mencapai ukuran konsumsi dan sudah dapat dipanen pada umur 7 bulan
pemeliharaan. Namun, terkadang para petani kerapu tikus memelihara ikannya
selama 10 – 12 bulan. Hal ini dilakukan
untuk memperoleh kerapu tikus dengan ukuran super yang banyak diminati di
pasaran luar negeri (komunikasi personal).
Panen dan Pasca Panen
Pada umumnya kerapu tikus lebih banyak dijual
dalam keadaan hidup karena harga jualnya lebih tinggi dibandingkan dengan yang
sudah mati. Oleh karena itu, kesegaran
ikan harus dipertahankan. Untuk menjaga
agar ikan tetap sehat dan segar, pemanenan sebaiknya dilakukan pada sore hari
karena suhu relatif lebih rendah, serta dapat menunjang transportasi hasil
panen yang biasanya dilakukan pada malam hari.
Sebelum ikan dipanen, perlu dilakukan sampling, dengan cara mengambil ikan
sebanyak 5% dari jumlah total ikan. Hal
ini dimaksud agar dapat diperkirakan jumlah, ukuran, dan mutu hasil panen yang
kelak akan diperoleh. Pemanenan kerapu tikus dilakukan setelah masa
pemeliharaan 10 – 12 bulan, dan ikan sudah mencapai ukuran berat 2 kg/3 ekor,
dengan tingkat kelangsungan hidup sebesar 84,5% (komunikasi personal).
Panen dapat dilakukan dengan cara selektif atau
panen total. Pemanenan ikan konsumsi dapat dilakukan dengan cara mengangkat
jaring pemeliharaan dengan menggunakan kayu.
Caranya ialah dengan melewatkan kayu dari bawah jaring yang kemudian diangkat
sehingga jaring pemeliharaan terbagi menjadi dua. Dengan cara ini akan memudahkan pemanenannya,
baik secara selektif maupun total (Akbar, 2002).
Sebelum dipasarkan, kerapu tikus yang telah
dipanen sebaiknya dipuasakan selama 6 – 24 jam, tergantung dari ukuran
ikan. Pemuasaan bertujuan untuk
menghindari terjadinya buangan sisa-sisa metabolisme yang dapat menurunkan
kualitas air dalam wadah penyimpanan. Setelah dipuasakan, kemudian kerapu tikus tersebut dimasukkan ke dalam
kantong plastik yang diberi tambahan oksigen murni sekitar 2/3 volume
kantong. Kemudian ujung kantong diikat
kuat dengan menggunakan karet gelang.
Selanjutnya kantong-kantong tersebut dimasukkan ke dalam wadah
styrofoam. Untuk menjaga naiknya suhu
air maka pada susunan kantong teratas diletakkan sebanyak 1 – 2 kantong plastik
es. Kemudian wadah styrofoam ditutup
rapat dan diberi perekat (lakban).
Selanjutnya di bagian atas kardus styrofoam diberi label yang berisi
jenis, jumlah ikan, dan data lain yang sesuai (Akbar, 2002).
Penyakit
Berdasarkan hasil pemantaun lapangan serta
komunikasi personal dengan petani KJA kerapu tikus, terdapat beberapa
jenis penyakit yang seringkali menyerang ikan kerapu tikus dalam KJA adalah
sebagai berikut :
1. Kutu ikan (monogenia), merupakan parasit jenis kutu ikan dari gologan
crustacea berukuran 2 – 3 mm, berwarna transparan sehingga tidak tampak oleh
mata telanjang. Gejalanya yaitu luka pada sirip punggung ikan, nafsu makan
menurun.
2.
Vibriosis,
yaitu jenis penyakit yang disebabkan karena serangan bakteri Vibrio sp., dengan gejala perut ikan
menjadi kembung (pengumpulan cairan di perut), radang berwarna merah pada
bagian anus.
3.
Kelainan,
berupa mulut kerapu tikus yang bengkok ke atas.